Rabu, 08 Juli 2009

5 EKOR KAMBING BANTUAN DINSOS DIGELAPKAN

UEP Lansia (Usaha Ekonomi Produktif Lanjut Usia), merupakan pro­gram ekonomi kerakyatan yang lang­sung menyentuh kepada masyarakat lanjut usia dari Program Dinas Sosial Pemerintah Provinsi Tahun Anggaran 2008, sangat disayangkan berdasarkan penelusuran Merah Putih Post apa yang terjadi di Desa Sumber Salam Kecama­tan Tenggaran Kabupaten Bondowoso.

Sumber dana tersebut berasal dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur yang merupakan dana hibah tahun 2008, yang diberikan kepada 50 warga lansia desa Sumber Salam sebanyak 50 ekor kambing.

Sangat disayangkan program yang begitu menyentuh pada masyar­akat miskin ini masih dibuat bancakan untuk kepentingan pribadi dari pen­damping desa, yakni Ust. Zainol Arifin Basuni, yang juga seorang pengasuh PONPES As-Shalafi Desa Sumber Sa-lam. Sumber Merah Putih Post di lokasi menuturkan dari 50 ekor kambing yang dihibahkan kepada warga lansia, 11 ekor sudah mati dan 1 ekor dijual oleh penerima program ini, serta yang san­gat parah adalah pendamping desa yang juga seorang ustad dengan pon­dok pesantren yang megah malah turut menggelapkan (dibaca=menjual) sejum­lah 5 ekor kambing.

Selain itu juga pada saat realisasi bantuan kambing tersebut, penerima program pada waktu itu juga menerima beras sebanyak 15 kg dari masing-mas­ing lansia. Menurut penjelasan Drs. Za­ini, salah satu staf pada kantor Dinas Sosial Bondowoso, sekaligus sebagai pendamping Kecamatan Tenggarang memaparkan pada Merah Putih Post, pihaknya sama sekali tidak menerima laporan dari Desa Sumber Salam, bahwa telah terjadi penjualan kambing yang dilakukan oleh pendamping desa sebanyak 5 ekor. Waktu itu hanya ada laporan tentang matinya kambing se­banyak 11 ekor, sementara dari pihak dinas sudah menggantinya sejumlah 5 ekor kambing. Dugaan dijualnya kamb­ing itu oleh pendamping desa jelas merugikan masyarakat termasuk juga pemerintah, apalagi dia adalah seorang yang menjadi panutan di desa itu. Jan­gan-jangan perbuatan Zainol akan di­ikuti oleh penerima bantuan yang lain­nya.

Menanggapi persoalan itu, ketika dikonfirmasi Merah Putih Post, Ust. Za­inol membenarkan atas temuan Merah Putih Post dan dia mengaku bersalah. ”Sengaja saya menjual kambing-kamb­ing itu karena terserang penyakit kulit, daripada mati mas, khan iya !”,kata Za­inol. Sementara Kades Sumber Salam, Moh. Holis menjelaskan, “Saya sudah beberapa kali memerintahkan pada Us­tad untuk secepatnya mengganti kamb­ing-kambing yang telah dijual dan seg­era diserahkan kepada yang berhak menerima. Bukan cuma sekali hal ini saya peringatkan karena kambing terse­but merupakan hak warga lansia”, tam­bahnya. (Har)

Para Kades Kecewa, … ”Bupati” Cuek

Walaupun masih ada beberapa desa yang belum menerima program ADD un­tuk tahun anggaran 2009, namun gaung kekecewaan para kepala desa terhadap pihak Pemkab Bondowoso sudah mulai nampak. Mengapa tidak, program ADD pada ta­hun anggaran 2008 yang tel­ah mereka terima rata-rata kurang lebih sebesar 90 juta rupiah, penurunan angka nominal program ADD saat ini sangat signifikan jika mengacu pada tahun sebelumnya. Pada tahun ini rata-rata me-reka menerima bantuan seki­tar 60 juta rupiah lebih, atau antara 33% s/d 38% berkurang dari tahun sebelumnya.Ini merupakan preseden bu­ruk terhadap pemerintah ka­bupaten, dan khususnya Bu-pati Amin Said Husni yang pemerintahannya baru ber­jalan kurang lebih 8 bulan.

Masih ingat ditelinga kita semua ketika kampanye pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bondowoso tahun 2008 kemarin yang disam­paikan oleh salah satu juru kampanye waktu itu, bahwa Cabup Amin merupakan so-sok calon pemimpin yang mumpuni khususnya dibidang anggaran, sebab dia salah satu anggota Panggar di DPR Pusat, sehingga tidak heran apabila sebagian besar kepa­la desa banyak menjadi pen­dukung dan juga sekaligus sebagai tim sukses peme­nangan Amin-Haris. Namun, tidak demikian kenyataanya setelah Amin Said Husni menjabat Bupati Bondow­oso, apa yang menjadi hara­pan masyarakat umumnya dan kepala desa pada khu­susnya ternyata tidak sesuai dengan janji-janji yang ter­lontar ketika menjual pro­gram guna kepentingan suk­sesi Pilbup yang lalu.

Kepala desa melalui perwakilannya dalam satu ke­camatan yang diwakili oleh dua orang kades secara ber­gilir atau bergantian , setiap sabtu berkumpul di kantor Desa Cindogo Kecamatan Tapen membahas tentang kebi­jakan-kebijakan bupati Amin utamanya kebijakan yang menyangkut masyarakat desa, diantaranya masalah pertanian, santunan kematian, ADD, program-program pember­dayaan masyarakat desa, dll. Kepada wartawan Merah Pu­tih Post, salah satu kades yang namanya enggan diko­rankan menuturkan, “Saya merasa kecewa atas janji-janji bupati yang ternyata han­ya teori-teori saja”. Para ka-des menganggap bupati cuek terhadap keinginanan masyarakat, beliau hanya ingin menunjukkan bahwa ide-ide yang muncul dari beliau saja yang perlu dilaksanakan, se­mentara apa yang diusulkan desa sama sekali tidak digu­bris. ”Padahal saya beserta masyarakat desa pada Pil­bup kemarin hampir 66% memilih Amin-Haris, dengan harapan ada perubahan pada desa saya, nyatanya yah te-tap tidak ada perubahan”, imbuhnya penuh sesal.

Di tempat terpisah, Mabrur, Kades Sumber Suko juga menyatakan kekecewaan dan penyesalan yang san­gat dalam atas kepemimpi­nan bupati Amin. Dia meni­lai kalau Bupati Bondowoso yang sekarang sangat lam­ban dalam merespon aspira­si masyarakat, “Seharusnya pemerintah kabupaten lebih berpihak kepada pemerinta­han desa dan masyarakat”, ungkapnya. Dia juga meng­gambarkan kondisi sarana infrastruktur yang ada di se­luruh wilayah kabupaten Bondowoso sekarang banyak yang memprihatinkan seper­ti yang dia contohkan, jalan menuju wisata Kawah Ijen, jalan daerah di desa Mengok menuju desa Jambesari, ja­lan di sekitar kecamatan Taman Krocok dan masih banyak sarana infrastruktur pengairan yang amburadul namun masih dibiarkan ter­bengkalai.

“Saya akan memper­juangkan aspirasi teman-te­man kades sebagai kepan­jangan tangan dari masyar­akat desa untuk bisa mema­jukan Bondowoso ke depan”, jelas Harley Caleg terpilih dari PPP yang juga mantan kades Cermee. Setelah kepengurusan SKAK terbentuk nanti yang deklarasinya di­lakukan di kantor DPRD Bondowoso, mereka secara res­mi akan membuat pernyat­aan sikap kepada Bupati Amin, SH. Ditanya soal apa, “rahasia, dan suatu saat nanti kita semua pasti akan ta­hu”, jawabnya singkat. (Pj)

PANCASILA DILUPAKAN, PENDIDIKAN JADI KOMODITAS

Kebangsaan Indonesia dalam per­jalanannya mengalami proses yang san­gat panjang. Era Sukarno. Merupakan perjuangan untuk melahirkan rasa ke­bangsaan, paham kebangsaan dan se­mangat kebangsaan, yang kemudian menumbuhkan nasionalisme, patriotis­me, solidaritas dan kesetiakawanan so­sial untuk satu tujuan Negara Kesatu­an Republik Indonesia (NKRI).

Semangat kebangsaan diban­gun, ditumbuhkembangkan dan diikat dengan Penyatuan ideologi yaitu PAN­CASILA. Penyatuan pandangan ke­hidupan berbangsa dengan Bhineka Tunggal Ika, serta Penyatuan semangat perjuangan dengan makna Merah Putih pada bendera, serta Penyatuan ribuan kepulauan Indonesia dalam Wawasan Kebangsaan.

Ketika pertama kali Bung Karno menerima tugas sebagai mandataris MPRS ketika itu, maka inti pokok dari mandat yang diberikan kepada Sukar­no adalah membangun bangsa Indone­sia (Nation building) dengan mengede­pankan pembangunan jiwa/moral bangsa (Nation Character Building). Membangun skil memang diperlukan, tapi skil tanpa moral akan jadi kering, “ Bangsa ini membutuhkan manusia-manusia terdidik dan berkepribadian yang mampu menyelesaikan persoalan bangsa, yang jika diabaikan kondisinya akan makin akut “.

Membangun moral bangsa me­mang tidak mudah, dibutuhkan komit­men tinggi dari Seluruh komponen bangsa untuk bersatu padu dalam se­mangat perjuangan yang tak pernah henti. Karenanya, mengutip kata-kata Bung Karno, “ Kalau adakalanya kita merasa bingung, kalau adakalanya kita merasa sulit, kalau adakalanya kita merasa buntu, karena kita tahu per­juangan itu riak gelombangnya sangat besar, maka kembalilah kepada Pan­casila, yang kita yakini sebagai Panca Ajimat dan Panca Sakti.

Tanggal 1 Juni sebagai hari la­hirnya Pancasila sudah sering diperin­gati. Namun, seiring dengan bertam­bahnya umur negeri ini “Pancasila ses­ungguhnya semakin dilupakan atau di­abaikan “, sehingga kehidupan ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya, se­makin hari semakin kehilangan rohn­ya. Itulah sebabnya kenapa kita selalu tidak mampu dan kalah bersaing.

Sesuatu yang dipandang se­bagai hal yang fundamental sebagai pe­nentu kehidupan masa depan bangsa adalah Pendidikan. Sementara kebija­kan pendidikan nasional saat ini cenderung mengarah ke neo liberalisme yang menjadikan pendidikan sebagai komoditas. Akibatnya, pendidikan tid­ak lagi dijalankan dengan semangat un­tuk mencerdaskan seluruh kehidupan warga negara, terutama dalam pem­bangunan kepribadian moral.

Saat ini, sistem pendidikan yang ada di negeri ini lebih mengedepankan proses transformasi intelektual ketim­bang sistem transformasi moral untuk mampu bertanding dengan negara ma­ju. Tapi, bukankah bangsa ini membu­tuhkan manusia-manusia terdidik dan berkepribadian yang mampu menyele­saikan persoalan bangsa ? maka salah satunya jalan untuk itu adalah mengedepankan dan menghidupkan kembali roh perjuangan bangsa adalah Pancasi­la di tengah-tengah sistem pendidikan kita. Sehingga, dengan demikian dihar­apkan membawa pendidikan ke arah terciptanya harga diri bangsa, nasion­alisme yang tumbuh untuk melawan keterpurukan dan secara bersama-sa­ma melawan kebodohan. (Bang Red)

BURUKNYA PELAYANAN RSUD MARDI WALUYO


Terwujudnya bangunan RSU MARDI WALUYO terletak di Jl Kalimantan No 113 Kota Blitar konon biayanya mengha-biskan ratusan miliar mengundang berjuta pertanyaan dari berbagai kalangan masyarakat Blitar pada umumnya. Akankah bangu­nan fisik yang teramat meg­ah itu bisa memfasilitasi para pasien yang terdiri dari bermacam elemen masyarakat dan mendapat pelayanan yang nyaman ?

Namun sangat disayangkan Rumah Sakit yang teramat megah dan mempu­nyai fasilitas peralatan me­dis yang nyaris lengkap ini belum bisa memberikan pelayanan medis yang maksi­mal dan profesional. Dengan minimnya tenaga medis juga Dokter ahli atau spesialis membuat Rumah Sakit yang bertaraf international ini ha-nya bisa menyembuhkan sakit flu dan batuk saja, se­dangkan pasien yang men-derita penyakit kronis, sep­erti jantung koroner, liver, stroke, kanker, dan tumor, itu pun harus dirujuk ke Ru­mah Sakit di kota besar atau ke luar negeri, ironis memang.

Terkait dengan pelayanan yang diberikan kepada para pasien disinyalir tebang pilih apalagi kalau menanga­ni pasien dari kalangan masyarakat miskin pihak Ru­mah Sakit Mardi Waluyo me­nanganinya dengan asal-asalan dan ogah-ogahan, yang pa-ling parah lagi system pelayanannya sering tidak pro­fessional dan berpotensi kel­uar dari kode etik kedokteran juga keperawatan. Sela­ma Pasien menjalani pengo­batan rawat inap di rumah RS yang megah tersebut, banyak pasien berharap kesembuhan dari RS mewah ini ,namun harapan para pasien tersebut hanya di angan-an­gan saja, karena masih ser­ing hak- hak pasien yang dihilangkan, bukannya kesembuhan yang didapat melainkan munculnya penyakit karena endapan obat penghi­lang rasa sakit yang menumpuk akhirn­ya menjadi racun yang paling berba­haya dan bisa menimbulkan penyakit baru. Seperti yang dialami salah satu mantan pasien RS itu sebut saja TM ( 40) tinggal di Blitar ,pada saat berobat dan menjalani rawat inap di RS.MARDI WALUYO mengaku kecewa dengan pelayanan yang diberikan, saya ini men­derita penyakit jantung koroner, sedangkan yang menangani penyakit saya ini bukan Dokter specialist jantung melainkan ahli penyakit dalam, dengan kondisi penyakit jantung saya yang sep­erti itu, dokter yang menangani justru memvonis saya dalam dua (2) bulan mendatang akan mengalami stroke, apakah menakuti atau asumsi yang tak mendasar ? Ternyata benar selang dua (2) bulan saya benar-benar stroke mas tuturnya pada MERAH PUTIH post. Karena kecewa pada kinerja Rumah Sakit TM akhirnya memilih pengobatan alternative kurang lebih 2 minggu ke­mudian stroke TM mengalami kesem­buhan yang sangat signifikan bahkan prestasi penyembuhan ini tak pernah bahkan tak akan pernah bisa dilaku­kan oleh Rumah Sakit yang bertaraf in­ternational sekalipun. “Saya heran mas RS MARDI WALUYO yang telah meng­habiskan anggaran ratusan miliar dan fasilitas yang bertaraf nasional belum bisa memberikan hasil pelayanan dan pengobatan yang maksimal ,berbeda dengan praktek pengobatan alternative dengan biaya yang sangat minim dan peralatan atau fasilitas seadanya terny­ata mampu melakukan penyembuhan terhadap penyakit yang saya derita hingga mencapai 70% tegas TM dengan penuh kekecewaan terhadap RS terse­but.

Sementara itu, kepala BAPEDA Kota Blitar juga mengungkapkan kekecewaannya atas ketidakprofesionalnya pelayanan Rumah Sakit Mardi Waluyo, dan perlu adanya revolusi pelayanan dan manajemen rumah sakit agar bisa mem­berikan harapan kepada pelayanan masyarakat sebagai fungsi pelayanan masyarakat yang menyerap anggaran APBD yang luar biasa. Hal ini juga pernah ter­jadi pada keluarga Beliau, di mana kekeliruan hasil diagnosa sakit jantung koroner diberikan kepada pasien yang hanya sakit flu dan sesak nafas. Hal yang seperti ini akan berdampak fatal.

Saman Hudi Anwar selaku ketua DPRD Kota Blitar membenarkan terkait RSUD. MARDI WALUYO bahwa pem­bangunan dan pembenahan di bidang infrastruktur terutama pada Rumah Sakit diprioritaskan pada bentuk fisik bangunannya dan peralatan medis saja sedangkan manajemen pelayanan dan penanganan secara medis masih perlu pembenahan restrukturnya, menurut Saman Hudi menjamurnya pengobatan alternative yang ada di Blitar memang sangat membantu masyarakat kita yang tidak punya biaya untuk berobat ke Dokter atau rawat inap di Rumah Sakit meskipun sudah hampir semua masyarakat miskin yang sudah menda­pat JAMKESMAS dari program Dana Alokasi Khusus (DAK Kesehatan). Tapi sayang pihak RSUD dimanapun be­rada memperlakukan lain. Untuk men­sikapi maraknya pengobatan alterna­tive Pemerintah juga harus menertib­kan supaya tidak liar kalau perlu diberi­kan fasilitas layaknya RSUD.

Masih menurut Saman Hudi ,apa bila pelayanan Mardi Waluyo masih be­lum bisa maksimal dalam segala hal, maka perlu adanya perubahan mana­jemen dan merestruktursasi secara glo­bal. dari kekurangan tenaga medis spe­cialist, maupun pelayanan secara menyeluruh .sehingga pasien tidak lari ke pengobatan alternative ,Rita staf Hu­mas RSUD Mardi Waluyo mengatakan kalau segera mengupayakan dan mem­benahi manajemen baik pelayanan me­dis maupun kurangnya tenaga medis spesialis, ketika dikonfirmasi masalah maraknya pengobatan alternative yang reputasinya hampir mengalahkan te­knis pengobatan Rumah Sakit dan bu­ruknya pelayanan RSUD Mardi Waluyo Blitar, Rita terkesan menutup-nutupi dan enggan memberikan komentar. (Dik/Tim)